Jumat, 08 Januari 2016

Ruang Terbuka Hijau

'google.com

Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTRW Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup bagi:
  • kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis;
  • kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi;
  • area pengembangan keanekaragaman hayati;
  • area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di kawasan perkotaan;
  • tempat rekreasi dan olahraga masyarakat;
  • tempat pemakaman umum;
  • pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak diharapkan;
  • pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun historis;
  • penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan kepadatan serta kriteria pemanfaatannya;
  • area mitigasi/evakuasi bencana; dan
  • ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan peraturan perundangan dan tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.
FUNGSI DAN MANFAAT
Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:
  • memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota);
  • pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar;
  • sebagai peneduh;
  • produsen oksigen;
  • penyerap air hujan;
  • penyedia habitat satwa;
  • penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;
  • penahan angin.
Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:
  1. Fungsi sosial dan budaya:
    • menggambarkan ekspresi budaya lokal;
    • merupakan media komunikasi warga kota;
    • tempat rekreasi; wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.
  2. Fungsi ekonomi:
    • sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur mayur;
    • bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain.
  3. Fungsi estetika:
    • meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan;
    • menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
    • pembentuk faktor keindahan arsitektural;
    • menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologi dan konservasi hayati.
Manfaat RTH
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas:
  1. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah);
  2. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).

Tipologi RTH

Tipologi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah sebagai berikut:
  • Fisik : RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan.
  • Fungsi : RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.
  • Struktur ruang : RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.
  • Kepemilikan : RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat.

Penyediaan RTH

Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan dapat didasarkan pada:
  • Luas wilayah
  • Jumlah penduduk
  • Kebutuhan fungsi tertentu

Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut:
  • ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;
  • proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
  • apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.
  • Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku.
  • 250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT
  • 2500 jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW
  • 30.000 jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kelurahan
  • 120.000 jiwa : Taman kecamatan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan
  • 480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar)
Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.

Prosedur Perencanaan

Ketentuan prosedur perencanaan RTH adalah sebagai berikut:
  • penyediaan RTH harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan dalam rencana tata ruang (RTRW Kota/RTR Kawasan Perkotaan/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/Rencana Induk RTH) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat;
  • penyediaan dan pemanfaatan RTH publik yang dilaksanakan oleh pemerintah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku;
  • tahapan penyediaan dan pemanfaatan RTH publik meliputi:
    • perencanaan;
    • pengadaan lahan;
    • perancangan teknik;
    • pelaksanaan pembangunan RTH;
    • pemanfaatan dan pemeliharaan.
  • penyediaan dan pemanfaatan RTH privat yang dilaksanakan oleh masyarakattermasuk pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinan pembangunan;
  • pemanfaatan RTH untuk penggunaan lain seperti pemasangan reklame (billboard) atau reklame 3 dimensi, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
    • mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing  daerah;
    • tidak menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman misalnya menghalangi penyinaran matahari atau pemangkasan tanaman yang dapat merusak keutuhan bentuk tajuknya;
    • tidak mengganggu kualitas visual dari dan ke RTH;
    • memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pengguna RTH;
    • tidak mengganggu fungsi utama RTH yaitu fungsi sosial, ekologis dan estetis.
uang Terbuka Hijau (Green Openspaces) terdiri dari Ruang Terbuka Hijau Lindung(RTHL) Dan Ruang Terbuka  Hijau Binaan (RTH Binaan).
Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, di dominasi oleh tanaman yang tumbuh secara alami atau tanaman budi daya.
Kawasan hijau lindung terdiri dari cagar alam di daratan dan kepulauan, hutan lindung, hutan wisata, daerah pertanian, persawahan, hutan bakau, dsbnya.
Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTHB) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, dengan permukaan tanah di dominasi oleh perkerasan buatan dan sebagian kecil tanaman.
Kawasan/ruang  hijau terbuka binaan sebagai upaya menciptakan keseimbangan antara ruang terbangun dan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai paru-paru kota, peresapan air, pencegahan polusi  udara dan perlindungan terhadap flora.
ANALISIS RTH DARI KOTA-KOTA BESAR INDONESIA
DKI JAKARTA
Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) semakin terbatas setiap tahunnya. Undang-Undang Penataan Ruang No. 26/2007, pasal 29 mengamanatkan proporsi RTH di perkotaan paling sedikit tiga puluh persen dari luas wilayahnya. Angka tersebut merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik sistem hidrologi, mikroklimat, dan ekologis lain, untuk meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat serta meningkatkan nilai estetika kota. Dosen Teknik Planologi Universitas Trisakti Yayat Supriyatna menyampaikan hal tersebut dalam Dialog Tata Ruang Bersama Ditjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum (PU) di Radio Trijaya FM Jakarta (28/10).
Saat ini, masih banyak kota-kota di Indonesia yang prosentase RTH-nya masih jauh dari harapan. Sebagian besar kota-kota di Pulau Jawa, Sumatera, dan sebagian Sulawesi hanya memiliki RTH kurang dari sepuluh persen. Hal ini disebabkan oleh perkembangan kota yang cepat sehingga eksistensi menjaga ketersediaan RTH semakin berkurang. Bahkan DKI Jakarta hingga akhir 2007, RTH yang dimiliki baru mencapai 9,6 persen dari luas total wilayahnya. Tahun 2008, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya membebaskan 5 hektar lahan untuk RTH atau 0,008 persen dari luas wilayah, papar Yayat Supriyatna.
“Namun dari banyaknya kota yang belum memiliki proporsi RTH 30 persen, kota Tarakan dan Blitar termasuk yang berhasil. Hal ini karena warga dilibatkan dalam penyediaan RTH dan adanya Perda larangan menebang pohon,” tegas Yayat Supriyatna.
Sekretaris Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta Catherine Suryowati menambahkan, RTH terbagi menjadi dua yaitu privat dan publik.RTH publik antara lain meliputi taman kota, taman pemakaman umum, jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Sedangkan RTH privat mencakup kebun atau halaman rumah serta gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. “Saat ini, kota-kota besar sedang giat melakukan upaya untuk menambah persentase RTH mereka, khususnya RTH privat,” imbuh Catherine.
Sebagai upaya untuk merealisasi hal itu, Pemprov DKI Jakarta menargetkan akan membongkar 27 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) hingga akhir tahun. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta untuk membongkar ke-25 SPBU yang berdiri di atas lahan RTH. Pemprov DKI Jakarta juga telah menargetkan, hingga akhir tahun 27 bidang lahan yang digunakan untuk SPBU tersebut sudah kembali menjadi RTH dengan luas keseluruhan mencapai 4,7 hektar, ujar Catherine.
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga terus melaksanakan penghijauan di pinggir sungai, khususnya di wilayah banjir kanal barat dan kanal timur untuk mencegah berdirinya gubuk-gubuk liar. Usaha lain, karena keterbatasan lahan, Pemprov DKI Jakarta hanya menargetkan memenuhi RTH sebanyak 13 persen dari luas Jakarta dengan membongkar ribuan bangunan yang dulunya merupakan RTH. Contohnya, rumah warga di Taman Bersih, Manusiawi, dan Berwibawa (BMW) Jakarta Utara dan kios bunga serta ikan hias di Pasar Barito, Jakarta Selatan.
Menanggapi hal itu Yayat Supriyatna menjelaskan, saat ini yang dibutuhkan untuk memenuhi RTH tiga puluh persen bukan membentuk kelembagaan, namun kegiatan pendukung untuk memenuhi amanat tersebut. Realisasinya adalah dengan mendorong Pemerintah, masyarakat, dan swasta untuk menanam tumbuhan di atas bangunan gedung miliknya serta melombakan karya inovatif terkait RTH untuk melembagakan nilai-nilai kebajikan dalam bertindak dan berfikir

Source:
https://fadlirahman222.wordpress.com/tag/softskill/